Tuban My hometown
Kota Tuban adalah kota kecil yang terletak di pulau Jawa Timur. Kota yang convenient untuk ditempati bagi orang-orang yang ingin berkembang dalam bisnis franchise atau waralaba. Kota kecil ini memiliki pesona yang cukup indah dan termasuk kategori kota yang bersih sehingga pernah memperoleh penghargaan ADIPURA. kota yang sedang berkembang ini memiliki beberapa fasilitas yang cukup mudah dijangkau misalnya pusat perbelanjaan baik modern maupun tradisional, fasiltas lain meliputi Perkantoran, Pendidikan dan masih banyak fasilitas pendukung lainnya. kota Tuban juga termasuk kota yang memiliki nama dan daya tarik baik luar maupun dalam negeri dengan seni Batiknya. Di kota Tuban terdapat centra Batik yang ternam hingga ke mancanegara. Adapun tempat-tempat pembuatan Batik terbesar yang bisa kita jumpai terletak di desa Kerek, dan Karang Waru. Selain terkenal dengan batiknya, kota Tuban juga masih memiliki beragam budaya seni tradisional yang masih melekat pada masyarakat Tuban. Beberapa seni kedaerahan seperti; Karnaval tahunan, Tari Tayuban (sering dikenal dengan sebutan Sindir). Seni tayub sekarang mulai terpinggirkan. Tergusur Dangdut Koplo, Para Sindir pun Kian Tak Populer. Popularitas musik dangdut koplo berdampak negatif terhadap seni tayub. Kondisi ini tentu juga berdampak kurang bagus bagi para sindir, seniman tayub.
Selain Nganjuk, Tuban termasuk daerah yang seni tayubnya tumbuh dan berkembang. Di Kota Tuak ini, tayub cukup memasyarakat. Tak jarang seni tradisional itu ditampilkan, terutama di acara warga saat punya jahat pernikahan atau khitanan.
Sebagai seniman tayub, para sindir pun diidolakan. Mereka memiliki penggemar masing-masing. Namun, akhir-akhir ini keberadaan tayub tak semoncer dulu. Tayub saat ini hanya bisa eksis di wilayah pinggiran. Itu pun, di momen-momen tertentu, seperti sedekah bumi.
Memang, kalangan muda Tuban, terutama yang di kota, saat ini tak banyak yang mengenal sindir. Mereka lebih mengenal penyanyi dangdut, meski berasal dari luar Tuban dan belum menasional.
Faktor lain penyebab terus menurunnya popularitas tayub adalah keberadaan sindir yang sering diidentikkan dengan wanita penggoda. Image negatif ini sering dijadikan alasan untuk mendeskreditkan para sindir, sehingga kian "dijauhi" penggemarnya.
Memang, itulah realitas yang harus dihadapi para sindir. Bahkan, diduga karena image negatif itu pula kebanyakan sindir gagal mempertahankan biduk rumah tangganya.
Sebagian besar sindir memulai karirnya di saat masih lajang.
Karena image yang kurang bagus itulah, sindir dan tayub kian tak dikenal. Buntutnya, sindir dan para pangrawit (penabuh gamelan) tak bisa lagi hanya menggantungkan hidup (pendapatan) dari kesenian itu.
Sementara itu, Kasubdin Seni Budaya Dinas Pariwisata Tuban, Pemkab Tuban terus berupaya melestarikan seni tayub. Salah satunya, dengan menggelar agenda tetap setiap tahun berupa ritual siraman seniman langen tayub. Ritual ini dilakukan di mata air Bektiharjo, Semanding. "Dalam acara ritual tersebut, tidak hanya para sindir, tetapi para pengrawit juga ikut menjalani siraman," katanya.
Menurut Kasubdin Seni Budaya Dinas Pariwisata Tuban, selain untuk tetap memopulerkan tayub, ritual itu juga untuk membersihkan diri para seniman tayub dari berbagai godaan yang bisa menodai nilai-nilai seni tayub. Bahkan, agar kesan negatif bisa dihilangkan, sebutan sindir saat ini telah diganti dengan waranggana. Jumlah waranggana yang aktif di Tuban saat ini sekitar 93 orang. Sedangkan dulu mancapai ratusan orang.
Penulis mengajak segenap wisatawan dan masyarakat kota Tuban untuk ikut melestarikan dan menjaga keindahan kota Tuban sehingga tercipta suasana yang aman dan tertib.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda